Monday, December 28, 2009

EMBARGO & SANKSI

Embargo

Embargo adalah larangan menyeluruh terhadap perdagangan dengan negara tertentu,dapat dilakukan serentak atau sendiri-sendiri. Dalam perdagangan internasional, embargo adalah sanksi yang dimandatkan pemerintah untuk membatasi perdagangan dengan wilayah asing. Embargo dapat membatasi impor, atau ekspor, atau keduanya. Secara rasional embargo adalah hukuman politik untuk suatu negara. Istilah embargo kadang-kadang disalahgunakan untuk diterapkan ke boikot, yang umumnya merupakan gerakan missal untuk berhenti membeli dari sebuah bisnis, juga sebagai alat hukuman.

Embargo merupakan Tindakan hukum oleh pemerintah atau kelompok pemerintah untuk membatasi keberangkatan kapal atau pergerakan barang dari beberapa atau semua lokasi ke satu atau beberapa negara. Sebagai contoh, krisis minyak tahun 1973 yang mempengaruhi Amerika Serikat diakibatkan oleh embargo OPEC atas penjualan minyak ke AS sebagai pembalasan atas penyediakan bantuan militer AS kepada Israel. Embargo cenderung menyakiti industri dalam negeri yang dipengaruhi oleh kebijakan dan dapat mengundang pembalasan.

Embargo juga berarti alat perang ekonomi yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan politik, termasuk menunjukkan tekad, mengirimkan sinyal politik, membalas dendam atas tindakan negara lain, memaksa sebuah negara untuk mengubah perilakunya, menghalangi dari terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang tidak dikehendaki, dan melemahkan kemampuan militer. Contohnya, Uni Eropa dan Amerika Serikat terus bersitegang mengenai rencana pencabutan embargo senjata terhadap Cina. Seorang anggota Kongres AS secara terang-terangan mengingatkan Uni Eropa untuk tidak mencabut sanksi embargo yang telah berlangsung 15 tahun itu. Richard Lugar, Republikan berpengaruh yang menjabat kepala komite hubungan asing Senat AS mengancam bahwa Washington akan menghentikan penjualan teknologi militer ke Eropa jika larangan penjualan senjata ke Cina itu jadi dicabut. Demikian seperti diberitakan media Inggris, Guardian, Kamis (3/3/2005). Pernyataan senada disampaikan Senator Joseph Biden dari partai Demokrat. Para pemimpin Eropa, khususnya Prancis, berharap akan mencabut embargo tersebut setelah pemilihan umum Inggris yang akan digelar pada 5 Mei mendatang. Uni Eropa berharap bisa membujuk Kongres AS untuk menerima keputusan tersebut. Alasannya, embargo itu merupakan respons terhadap pembantaian di Lapangan Tiananmen pada tahun 1989, dan Cina telah bergerak secara dramatis sejak itu. Ratusan orang tewas dalam peristiwa berdarah di Tiananmen saat terjadi bentrokan antara militer Cina dengan massa pro-demokrasi.


Sanksi
Sanksi Internasional adalah langkah-langkah hukuman yang dijatuhkan oleh suatu negara atau sekelompok negara terhadap negara lain karena alasan-alasan politik dan ekonomi. Dari segi ekonomi salah satunya adalah sanksi perdagangan.
Sanksi perdagangan adalah sanksi ekonomi yang diberlakukan karena alasan-alasan non-politik, biasanya sebagai bagian dari suatu pertikaian perdagangan, atau semata-mata karena alasan ekonomi. Lazimnya melibatkan pengenaan tarif khusus atau langkah-langkah serupa, dan bukan larangan total.
Sebagai contoh, Kejadianya diawali pada tahun 1971 dimana perkonomian US dihadapakan pada neraca perdagangan yang deficit, oleh karena itu presiden Nixon pada saat itu membuat kebijakan memberikan special tax break pada para ekportir US. Program tersebut dikenal sebagai Foreign Sales Corporation (FSC) yang menghasilkan pengurangan pajak yang besar kepada para eksportir US. Program FSC juga mengijinkan ekportir US untuk menghindari pajak pendapatan perusahaan pada ekspor dalam barang manufaktur. Kebijakan tersebut telah menghemat pajak pendapatan perusahaan yang seharusnya dibayarkan oleh sekitar 6000 perusahaan di US pada tahun 1998.
Sebagai akibatnya masih pada tahun yang sama, Uni Eropa mengajukan komplein kepada WTO yang menuntut bahwa program FSC adalah sebuah subsidi ekspor yang illegal karena melanggar aturan WTO. US balik menanggapi tindakan UE tersebut dengan berargumentasi bahwa US telah mempunyai “gentlemen’s agrrement” yang tidak tertulis dengan UE bahwa negara lain akan saling menyerang dalam sistem perpajakan perdagangan internasional. US juga menyatakan bahwa undang – undang perpajakan adalah dipandang sebagai “masalah internal” dalam hukum perdagangan internasional. UE kemudian menanggapi bahwa apa yang disampaikan US adalah cara atau sudut pandang yang munafik.
Pada Februari 2000, setelah mendengar bukti dan keterangan dan berkomtnikasi dengan EU, panel di WTO mengambil keputusan bahwa tax break yang dijalankan US adalah illegal karena hanya diterapkan untuk ekspor dan secara teknis sebuah subsidi ekspor adalah sebuah pelanggaran terhadap kesepakatan atau aturan WTO. US diberi waktu sampai 1 oktober 2000 untuk merevisi undang – undang atau dihadapkan pada kemungkinan akan dijatuhi sanksi oleh WTO.
Pada November 2000, Congress US melakukan amandemen RUU yang mencabut FSC, tetapi menggantinya dengan system baru yang menawarkan bantuan hingga $6 triliun pertahun pada tax breax untuk eksportir besar sekelas Boeing dan Microsoft. US mengklaim bahwa skema baru akan menjadi sesuai dengan kesepakatan WTO. UE melawan bahwa UU baru tidak lebih baik dari FSC, karena masih mempertahankan tax break untuk pedapatan ekspor. Dua hari berikutnya EU melaporkannya ke WTO meminta ijin untuk menjatuhkan sanksi tariff senilai $4 triliun pada ekspor US.
Pada akhir Desember WTO setuju untuk menunjuk panel kembali menguji undang – undang pajak baru US, akhirnya WTO memberikan ijin UE untuk menjatuhkan sanksi kepada US karena dalam revisi UU ditemukan pelanggaran kesepakatan WTO.

Sunday, December 20, 2009

Review Article

Trade and Investment Liberalization Effects on SME Development:
A literature Review and a Case Study of Indonesia

Article By : Tulus Tambunnan

Dampak perbaikan dari kebijakan perdagangan dan investasi internasional pada perekonomian Indonesia, berfokus pada pertumbuhan dan perkembangan ekonomi dari industri pabrikasi domestik telah dipelajari secara cukup ekstensif. Bagaimanapun, implikasi dari perbaikan kebijakan perdagangan dan investasi pada pertumbuhan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Indonesia tetap kurang penelitian baik UKM di Indonesia dan dimanapun. Pembelajaran ini kemudian mencoba berkontribusi untuk mengisi kekosongan ini dengan menentukan dampak dari perbaikan kebijakan perdagangan dan investasi internasional, khususnya dalam periode setelah krisis pada pertumbuhan UKM di Indonesia.
Kebijakan perdagangan dan investasi Internasional telah menjalani perubahan mendasar di Indonesia setelah melewati dua dekade. Liberalisasi perdagangan yang Signifikan mulai pada tahun 1986 dan sejak 1994 Indonesia secara signifikan mengurangi tarif MNF-nya diterapkan dari rata-rata tidak tertimbang dari sekitar 20% pada tahun 1994 menjadi 9.5% pada tahun 1998. Pada tahun 1998, tarif pada item-item makanan telah berkurang menjadi maksimum 5%. Disamping tarif, Indonesia telah menghapus semua halangan non-tarif dan pembatasan ekspor. Sejak permulaan krisis keuangan Asia tahun 1997/98, Indonesia juga telah menata ulang rezim perdagangannya dalam komoditi utama pertanian (kecuali beras, untuk alasan sosial), mengakhiri produksi dan perdagangan monopoli dalam industri menengah tertentu (semen, tripleks, rotan) dan mengurangi pajak ekspor pada kayu.
Sehubungan dengan perbaikan perdagangan internasional dimana perbaikan dalam perlakuan investasi asing, dengan semua pembatasan kepemilikan dihapuskan pada tahun 1995. Pembukaan dari semua industri pada investasi asing langsung (FDI) antara 1993 dan 1995 membantu menarik jumlah besar FDI. Berdasarkan data persetujuan FDI dari National Investment Coordinating Board (BKPM), pada tahun 1995 persetujuan baru FDI (dalam unit proyek) meningkat hampir 30% dari data 1993, padahal pada tahun 1993 telah meningkat sekitar 10% dari data tahun 1990. Pada tahun 2004, pemerintah mendirikan Inisiatif Perbaikan Kebijakan Investasi yang bertujuan sebagai pendorong dan fasilitator dari investasi sektor swasta melalui perbaikan dan implementasi yang transparan, dapat diprediksi, kebijakan berorientasi pasar diterapkan serentak baik kepada investor asing maupun domestik. Dalam hal ini Pemerintah baru-baru ini telah mengadopsi perubahan kebijakan utama, termasuk perkenalan undang-undang investasi baru. Undang-undang perusahaan yang baru ini merupakan prinsip kebijakan investasi berorientasi pasar dan dasar penetapan jaminan seperti perlakuan yang sama dari investor Indonesia dan asing kapanpun menjadi mungkin, proteksi terhadap pengambilalihan investasi. Investor diijinkan untuk berinvestasi dalam berbagai sektor ekonomi kecuali dalam aktivitas perusahaan, yang terdaftar pada " Daftar Negatif ". Disana tidak ada pembatasan terhadap ukuran investasi, sumber pendanaan atau apakah produk didesain untuk ekspor atau pasar domestik.

Wilayah Asia-Pasifik memberikan bukti dari keuntungan perdagangan eksternal (ekspor dan impor) dan kebijakan liberalisasi investasi. Dengan kelanjutan pertumbuhan dalam perdagangan eksternal dan aliran masuk dari investasi asing langsung (FDI), Wilayah ini melanjutkan untuk menghasilkan tingkat tertinggi dari pertumbuhan ekonomi di dunia, yang terlihat pada rata-rata penurunan kemiskinan sekitar 12.5 persen dalam wilayah ini pada awal tahun 2000 jika dibandingkan terhadap awal tahun 1990an. Melalui perdagangan eksternal dan FDI, wilayah selanjutnya akan terintegrasi kedalam perekonomian global dan akan memperoleh lebih banyak keuntungan (Bonapace, 2005).

Tidak diragukan bahwa gelombang dalam ekspor barang hasil pabrikasi dari Indonesia telah terjadi pada akhir tahun 1980an sampai pertengahan tahun 1990an FDI meningkat dengan tajam dalam negara. Sebelumnya beberapa pembelajaran telah mengindikasikan bahwa multinational enterprises (MNEs) dimana menjadi sumber yang besar dari gelombang ekspor hasil pabrikasi dan juga membuat kontribusi penting terhadap perubahan dalam komposisi ekspor Indonesia. Kebijakan perdagangan di Indonesia juga memainkan peranan penting dalam pertumbuhan ekspor hasil pabrikasi negara dan perubahan dalam komposisi ekspor hasil pabrikasi. James dan Ramstetter (2005) menekankan bagaimana proteksi yang rendah yang diadopsi oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1980an dengan perhatian pada industri tertentu yang menjadi kunci fasilitator atas pertumbuhan ekspor yang cepat dari industri tersebut. Meskipun mengalami kemunduran dalam pertumbuhan ekspor dimulai pada tahun 1996 dan dilanjutkan pada 1998 disertai krisis keuangan Asia, Indonesia kembali pada perbaikan liberalisasi perdagangan berorientasi ekspornya. Setelah krisis, banyak MNEs mengekspansi operasi mereka di Indonesia (Takii dan Ramstetter 2004).

Dunia secara keseluruhan, hubungan melalui perbaikan perdagangan akan membawa keuntungan secara luas sebagai berikut: meningkatkan sumber; akses terhadap teknologi yang lebih baik, bahan baku dan barang menengah; skala dan ruang lingkup perekonomian; persaingan domestik labih baik; tersedianya pertumbuhan eksternalitas yang menguntungkan seperti transfer ilmu pengetahuan dan banyak lainnya.

Akhir-akhir ini, banyak perhatian telah tercurahkan pada efek makroekonomi dari perbaikan perdagangan internasional. Sekarang pertumbuhan literatur empiris pada efek liberalisasi perdagangan internasional pada tingkat disagregat disana kecil. Secara teoritis, perbaikan menuju perdagangan liberalisasi internasional dapat mempengaruhi (secara positif atau negatif) perusahaan individu lokal dalam empat cara utama:

• Dengan peningkatan persaingan: mengurangi tarif, kuota dan halangan non-tarif impor lainnya mempunyai efek peningkatan persaingan asing dalam pasar domestik, dan ini diharapkan mampu menekan perusahaan lokal yang tidak efisien/tidak produktif untuk mencoba meningkatkan produktivitas mereka dengan menghilangkan pemborosan, memanfaatkan skala dan ruang lingkup ekonomi eksternal, dan banyak mengadopsi teknologi inovatif, atau menutup perusahaan. Keterbukaan perekonomian terhadap perdagangan internasional ini juga terlihat peningkatan ukuran penanaman (i.e. skala efisiensi), sebagai perusahaan lokal mengadposi teknologi, manajemen, organisasi, dan metode produksi yang efisien;

• Dengan menurunkan biaya produksi dalam kaitannya dengan impor bahan baku yang lebih murah: keuntungan perusahaan lokal dari biaya bahan baku yang murah, hal ini membawa mereka untuk bersaing secara lebih efektif baik dalam pasar domestik melawan impor dan ekspor dalam pasar;

• Dengan peningkatan kesempatan ekspor: pembukaan atas persaingan internasional tidak hanya akan mengurangi atau meningkat efisiensi dalam perusahaan domestik tetapi ini juga akan merangsang ekspor mereka;

• Dengan mengurangi ketersediaan dari bahan baku lokal: Penghapusan pembatasan ekspor pada bahan mentah yang tidak diproses akan meningkatkan ekspor dari item-item pada biaya industri lokal.

Dari mereka yang mengekspor langsung, tidak semua dari mereka melakukannya melalui pengapalan untuk pasar luar negeri, tetapi mereka menjual produk mereka kepada turis asing yang mengunjungi desa mereka atau yang sedang workshop. Hal itu dikatakan “pasar pembeli”-berorientasi UKM. Van Dierman (1997), Knorringa (1998), Cole (1998) dan Sandee dkk. (2000) menemukan bahwa dalam subsektor tertentu, kebanyakan UKM berorientasi ekspor dalam kelompok operasi dalam rantai komoditas yang menggerakkan pembeli. Pembelajaran mereka menunjukkan bagaimana mereka melakukan penetrasi pasar global melalui perdagangan yang menggerakkan pembeli.

Jaringan dalam kasus furniture dan garmen di Jakarta, garmen di Bali, dan furniture ukiran dari kayu di Jepara (Jawa Tengah). Pembelajaran mereka juga menunjukkan secara jelas bahwa orang asing yang datang ke Indonesia sebagai turis dan mengunjungi kelompok furniture di Jepara atau kelompok UKM garmen di Bali memainkan peranan penting dalam modernisasi metode dan kualitas produksi dari produk dalam kelompok tersebut dan menghubungkan mereka ke pasar internasional.

Secara singkat setelah krisis ekonomi pada tahun 1997, van Dierman dkk. (1998) percobaan untuk mengakses dampak dari perbaikan kebijakan perdagangan dan investasi asing terkait terhadap dukungan peraturan IMF dibawah Letter of Intent (LOI) pada UKM dalam industri pabrikasi di Indonesia. Ini menunjukkan ada kemungkinan bahwa variasi dampak dari subsektor atau kelompok industri. UKM dalam krisis awal lebih diproteksi dalam industri dipengaruhi menjadi kurang baik daripada yang kurang diproteksi. Bagaimanapun, penaksiran pembatasan yang cukup serius. Satu yang lebih penting adalah fakta bahwa ini berdasarkan data sekunder dan survei literatur pada perkembangan UKM dalam berbagai kelompok industri selama periode krisis. Tidak ada survei lapangan atau seluk-beluk wawancara yang dilaksanakan. kemudian, peningkatan biaya produksi dalam kaitannya dengan depresiasi besar pada rupiah, tidak menurunkan tarif proteksi, menjadi alasan untuk menutup banyak UKM di beberapa industri yang diobservasi selama periode tersebut.

Pembelajaran lainnya pada UKM di Indonesia mungkin meingindikasikan, secara tidak langsung, efek penting kebijakan makroekonomi melawan program didesain khusus pada UKM, mereka berkesimpulan bahwa kebanyakan perkembangan program UKM (e.g. tunjangan kredit, bermacam-macam program pelatihan, promosi perdagangan eksternal, dan rencana kontrak tambahan) tidak selalu sukses. Mereka berargumen bahwa kebijakan makroekonomi besahabat, termasuk kebijakan perdagangan (e.g. peraturan impor dan ekspor) sangat penting untuk pertumbuhan UKM. misalnya, berdasarkan analisisnya dari efek kebijakan lingkungan makro dan mikro pada industri pedesaan di Indonesia, van Dierman (2004: 53) menyatakan bahwa jumlah yang signifikan dari kebijakan makro seperti perdagangan (proteksi) kebijakan bagian biaya dan beban tambahan pada UKM pedesaan. Dia berargumen, oleh karena itu, kebijakan makro yang dibuat harus menguntungkan lingkungan ekonomi, yang digambarkan dengan tingkat pertumbuhan GDP yang tinggi secara konsisten, dan tidak menyimpang menuju ke large enterprises (LEs), memberikan perangsang terbaik untuk pertumbuhan UKM.

Seperti halnya liberalisasi perdagangan, liberalisasi investasi seharusnya juga mengambil pertimbangan apakah dampaknya (positif dan negatif) yang akan terjadi pada UKM. Secara teoritis, liberalisasi investasi mempengaruhi UKM dalam berbagai cara. Disisi positif, lingkungan investasi yang lebih baik menghasilkan banyak perusahaan baru atau/dan mendorong perusahaan yang sudah ada (termasuk UKM) untuk memperluas kapasitas produksi mereka.

Sayangnya, terkait dengan keterbatasan literatur eksklusif pada efek perbaikan kebijakan investasi pada UKM di Indonesia, sangat sulit untuk mengatakan bahwa apakah proses bertahap jangka panjang dari liberalisasi investasi, pertamanya dimulai dengan perkenalan hukum Investasi Asing Langsung pada tahun 1967 menandai permulaan dari keterbukaan terhadap FDI, dan mengikuti ‘real’ liberalisasi dengan perkenalan atas berbagai insentif untuk menarik FDI (termasuk banyak membuka sektor untuk FDI) dalam babak kedua dari tahun 1980an dan mencapai klimaks setelah krisis tahun 1997/98 dengan Perbaikan persetujuan IMF, menciptakan efek pelengkap atau efek persaingan bersih pada UKM lokal. Bagaimanapun, disana banyak kasus pembelajaran pada kontrak tambahan di Indonesia yang memberikan beberapa pandangan, dan kesimpulan utamanya pembelajaran tersebut bahwa seperti hubungan produksi tidak berkembang secara mulus meskipun liberalisasi investasi dan ini melekat kedalam banyak faktor: UKM lokal tidak dapat mencapai standar yang dibutuhkan atas kualitas terkait dengan mereka kekurangan teknologi dan keahlian, distorsi pasar, dan terindikasi masalah peringatan koordinasi, kurangnya konsistensi dan koheren dalam kebijakan, lingkungan bisnis yang belum berkembang, seperti informasi asimetri, lobi mencari-cari pinjaman, kesulitan untuk mengakses keuangan dan fasilitas teknologi.

FDI merupakan sumber penting dari transfer teknologi terhadap perusahaan lokal dalam Negara berkembang, mengusulkan bahwa liberalisasi investasi juga dapat bertindak sebagai perangsang untuk UKM lokal dari perspektif ini. Berdasarkan pembelajarannya pada peranan FDI yang dikatakan Newly Industrializing Countries (NICs) seperti Korea selatan, Taiwan, Hong Kong, dan Singapore, Soesastro (1998) menyatakan sebagai berikut: disana tidak diragukan bahwa FDI memainkan peranan penting dalam aliran lintas-batas, transfer dan difusi teknologi. Cerita dari aliran teknologi di wilayah Asia-Pasifik dipusatkan pada gelombang dramatis dalam FDI, khususnya perkembangan ekonomi di Asia timur. Umumnya dipercaya bahwa FDI membawa banyak perkembangan teknologi daripada hungan alternatif. Ini khususnya pada kasus MNCs, karena mereka memainkan peranan dominan dalam generasi teknologi dan biasanya terkait secara teknologi atas produk yang kompleks. Ini juga didukung oleh banyak evaluasi pembelajaran transfer atau mecurahkan teknologi dari FDI di Indonesia, lebih dulu tidak secara nyata pada UKM lokal. Misalnya, dengan menggunakan data cross-sectional, Sjőholm (1999a,b) menemukan curahan positif dari FDI dalam industri pabrikasi Indonesia. Soesastro (1998) juga berkesimpulan yang sama: pola dari menuju aliran teknologi untuk Indonesia terlihat mendominasi dengan menggunakan FDI sebagai hubungan utama untuk akuisisi teknologi. Dalam beberapa pengertian pada Negaranya secara tidak langsung ’kebijakan teknologi’, dan sikap menguntungkan pemerintah menuju FDI sebagai dasar untuk memperluas perjanjian teknologi yang akan dibawa kedalam bagian dari paket investasi.

Monday, November 30, 2009

FOREIGN DIRECT INVESTMENT

Menurut pengertian dari IMF dan OECD, investasi langsung mencerminkan sasaran dalam memperoleh kepentingan tetap (Lasting Interest) dari suatu entitas dari perekonomian asalnya kepada perekonomian lainnya. “kepentingan tetap”(lasting interest) mengimplikasikan keberadaan dari hubungan jangka panjang antara investor langsung dan perusahaan investasi langsung.
Penanaman modal asing langsung (Foreign Direct Investment-FDI) didefinisikan sebagai suatu bentuk perusahaan disuatu negara dalam membuat investasi fisik kedalam bangunan pabrik di Negara lain. Lebih spesifik, Penanaman modal asing langsung adalah mekanisme tata kelola perusahaan lintas batas melalui dimana suatu perusahaan memperoleh aset produktif dinegara lain. Definisi ini dapat diperluas termasuk investasi untuk akuisisi kepentingan dalam operasi perusahaan diluar dari ekonomi investor. Hubungan FDI terdiri dari perusahaan induk dan afiliasi asing yang bersama-sama membentuk suatu bisnis internasional atau suatu perusahaan multinasional (MNC). Agar memenuhi syarat sebagai FDI, investasi perusahaan induk harus sanggup mengendalikan (control over) afiliasi asingnya. IMF mendefinisikan control dalam kasus ini sebagai kepemilikan 10% atau lebih dari saham biasa atau kekuatan voting dari suatu perusahaan gabungan dan ini juga ekuivalen untuk perusahaan terpisah.
Investor langsung mungkin secara individual, perusahaan gabungan atau terpisah, perusahaan swasta atau publik, pemerintah, individu-individu yang tergabung dalam suatu kelompok atau yang mempunyai perusahaan investasi langsung, operasi dalam Negara lain daripada Negara dimana investor langsung berada.
Perusahaan investasi langsung adalah perusahaan gabungan atau terpisah yang dimiliki oleh investor asing 10% atau lebih dari saham yang beredar atau memiliki suara dalam perusahaan gabungan tersebut atau perusahaan terpisah yang ekuivalen. Perusahaan investasi langsung dapat berupa perusahaan tambahan, asosiasi atau cabang.
Perusahaan tambahan adalah perusahaan gabungan yang dikendalikan oleh investor asing secara langsung atau tidak secara langsung (melalui tambahan perusahaan lainnya) mempunyai lebih dari 50% saham atau memiliki suara.
Asosiasi adalah suatu perusahaan dimana investor langsung dan perusahaan tambahan lainnya yang dapat dikendalikan antara 10% dan 50% dari kekuatan suara.
Cabang adalah keseluruhan atau gabungan dari perusahaan yang terpisah. Ini seharusnya dicatat bahwa pilihan antara membangun sendiri perusahaan tambahan atau asosiasi atau cabang di Negara asing yang saling terikat, antara faktor-faktor lainnya, atas keberadaan peraturan dari Negara asal (dan adakalanya dinegara asalnya juga).
Peraturan nasional seringnya sangat terbatas untuk perusahaan tambahan daripada untuk cabang akan tetapi ini tidak selalu terjadi. Ini seharusnya bahwa dalam kasus bank-bank yang terafiliasi (institusi penyimpanan) dan keuangan menengah yang terafiliasi seperti dealer surat berharga, transaksi dicatat dibawah investasi langsung yang diasosiasikan kedalam hutang permanen (modal pinjaman menggambarkan kepentingan permanen) dan ekuitas (modal saham) investasi atau, dalam kasus cabang, aset tetap. Deposito, pinjaman dan klaim lainnya dan kewajiban biasanya terkait dengan transaksi perbankan. Dari institusi penyimpanan dan klasifikasi dari keuangan menengah lainnya yang sesuai, dalam investasi portofolio atau “investasi lainnya”, tetapi tidak pernah sebagai investasi langsung. Saham dari aset dan kewajiban asing dari bank atau dari keuangan menengah lainnya seharusnya diperlakukan dalam perlakuan paralel.
Menurut sejarahnya, Penanaman modal asing langsung adalah pengukuran dari kepemilikan asing dari aset produktif seperti pabrik, tambang, dan tanah. Peningkatan investasi asing dapat digunakan sebagai pengukuran pertumbuhan globalisasi ekonomi. Penanaman modal asing langsung (FDI) merupakan pemberian pinjaman atau pembelian kepemilikan perusahaan di luar wilayah negaranya sendiri. FDI terjadi manakala bisnis kita melakukan investasi pada fasilitas dan atau memasarkan suatu produksi di luar negeri. FDI tidak lain investasi langsung di luar negeri. Jadi, FDI bukanlah ekspor maupun lisensi.
FDI, ekspor, dan lisensi dalam keberadaannya mempunyai posisi sebagai tiga alternatif cara bisnis kita menggapai pasar luar negeri. Sepintas dipersepsikan FDI berbiaya tinggi dan penuh risiko daripada melakukan lisensi atau ekspor. Hal itu, karena mesti membangun fasilitas produksi, mengakuisisi perusahaan asing dimana jelas terdapat perbedaan ketentuan perundang-undangan termasuk budaya. Akan tetapi, ekspor dililiti biaya transfortasi dan hambatan-hambatan kebijakan Negara tujuan. Juga, lisensi mempunyai kelemahan memberikan peluang pemberitahuan teknologi pada pesaing, tidak adanya pengendalian sendiri serta timbul berbasis produk. FDI dipilih dalam kondisi profitabilitas melebihi ekspor maupun lisensi. Ini berarti, biaya transportasi dan hambatan-hambatan perdagangan ekspor tidak menarik, kita ingin mempertahankan pengendalian dan keterampilan teknologi, operasionalisasi, strategi bisnis, dan atau kemampuan bisnis tidak cocok dengan lisensi.
Tipe-tipe dari penanam modal asing langsung
Penanam modal asing langsung dapat diklasifikasi dalam berbagai sektor ekonomi dan menjadi salah satu dibawah ini:
• Individu;
• Individu-individu yang berkelompok;
• Entitas gabungan atau terpisah;
• Perusahaan publik atau perusahaan swasta;
• Perusahaan-perusahaan yang berkelompok;
• Badan pemerintah;
• Badan hukum, trust atau organisasi sosial lainnya; atau
• Beberapa kombinasi dari yang sebelumnya.
Metode-metode Penanaman modal asing langsung
Penanam modal asing langsung dapat mengakuisisi 10% atau lebih atau mempunyai suara perusahaan dalam suatu perekonomian melalui beberapa dari metode berikut:
• Dengan menggabungkan dengan pemilikan pda perusahaan tambahan atau perusahaan lainnya.
• Dengan mengakuisisi saham dalam perusahaan asosiasi.
• Melalui merger atau akuisisi dari perusahaan yang tidak saling berhubungan
• Partisipasi dalam ekuitas joint venture dengan investor atau perusahaan lainnya
Insentif Penanaman modal asing langsung dapat mengambil bentuk-bentuk sebagai berikut:
• Mengurangi pajak badan dan tingkat pajak penghasilan
• Pajak hiburan
• Tipe-tipe lain dari pajak concessions
• Tarif istimewa
• Zona ekonomi khusus
• Subsidi keuangan untuk investasi
• Pinjaman lunak atau jaminan pinjaman
• Tanah bebas atau tanah subsidi
• Subsidi relokasi & ekspatriat
• Subsidi pelatihan kerja & pekerjaan
• Subsidi-subsidi infrastruktur
• Dukungan penelitian dan pengembangan
• Keringanan peraturan (biasanya untuk proyek-proyek yang besar)